Oke guys sobat A.T.I.C. semua yang telah rindu akan petualangan, kini A.T.I.C crew siap mengeksplorasi bumi Malang-Jawa Timur. Dengan keindahan alamnya, hasrat berpetualangpun tergugah untuk menapakkan jiwa raga serta kendaraan kami di Wisata Alam Malang. Yaitu Pulau Sempu yang indah nan mempesona yang membangkitkan hasrat touring kami yang lama tertidur, kini kami bersiap dan bersemangat untuk memulainya lagi. Panorama alam Pulau sempu yang begitu eksotis akan menghilangkan Kepenatan kita.kami kunjungi pada Bulan Oktober. Walaupun bukan dengan kendaraan yang sama model,jenis, nama dan bentuknya, namun hati crew ATIC lah yang sama, sama-sama ingin bersenang-senang menikmati keindahan Pulau Sempu Dengan semangat kekeluargaan dari anggota ATIC yang notabene adalah mahasiswa Teknik Informatika Universitas Brawijaya Kampus (4) Kediri,

Segara Anakan (foto oleh Rina, dok. pribadi)
Ini bukan kali pertama aku ke pulau kecil yang terkenal indah ini, tepatnya ini adalah yang kedua. Pulau Sempu, sebuah pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Malang, Jawa Timur ini bukan hanya memiliki pantai yang indah tapi juga sebuah laguna yang diberi nama Segara Anakan. Jika sebelumnya aku hanya menyebrang ke pulau ini tanpa trekking menuju lagunanya karena sampai terlalu sore dan tak berniat kemping, maka di kesempatan yang kedua ini perjalanan pun dibuat lebih terencana.
Berangkat dari Malang kota aku dan temanku menuju Terminal Gadang dengan naik angkot. Lanjut ke Turen kami naik bus kota dan memakan waktu sekitar satu jam. Di pasar Turen kami harus menunggu angkot yang akan mengantarkan kami ke Sendang Biru penuh. Beruntung, sebuah rombongan besar, anak-anak dari Bandung rupanya berniat ke Sempu juga. Angkot pun langsung penuh sesak dengan penumpang juga barang bawaan kami. Dua orang bahkan harus naik di atas angkot karena tidak muat.

Angkot mogok (foto oleh Yula, dok. pribadi)
Medan yang menanjak membuat angkot yang kelebihan muatan terseok. Bayangkan saja, dua puluh orang ditambah carrier-carrier besar dalam satu angkot mungil. Pikiranku mulai tidak enak manakala suara gas terdengar kasar dan tidak kuat. Benar saja, baru beberapa menit berjalan angkot mogok, tepat di tanjakan. Cemas tentu saja, membayangkan angkot mundur. Si kernet yang sigap langsung turun mengambil batu besar di pinggir jalan dan mengganjal ban angkot agar tidak mundur. Tak berani ambil resiko, sang sopir pun meminta sebagian dari kami pindah ke angkot lainnya.

Pantai Sendang Biru (foto oleh Yula, dok. pribadi)

Mulai trekking (foto oleh Yula, dok. pribadi)
Tadinya berpikir kami akan di angkot ini sampai Sendang Biru, rupanya hanya sampai melewati tanjakan saja. Selanjutnya kami kembali berjubel di angkot tadi. Kurang lebih dua jam akhirnya kami sampai di Sendang Biru. Mencari perahu adalah yang kami lakukan selanjutnya. Tak sampai limabelas menit kami sudah sampai di seberang, di Pulau Sempu. Trekking menuju Segara Anakan kami harus melewati hutan dengan pohon-pohon besar dan monyet yang bersliweran. Tak sampai dua jam kami sudah tiba.

Pohon besar (foto oleh Yula, dok. pribadi)

Si cantik di tengah hutan (foto oleh Yula, dok. pribadi)

Tenda-tenda sudah berdiri (foto oleh Yula, dok. pribadi)
Dari cerita seorang teman kemping di tempat ini menyeramkan. Hutan lebat yang jarang terjamah dengan binatang buas juga “makhluk lain” menambah cerita tentang pulau ini. Tidak yang kami jumpai sore itu. Beberapa tenda sudah berdiri ketika aku dan temanku sampai di Segara Anakan. Beberapa orang juga asyik mengambil foto dan bermain air. Semakin sore semakin banyak yang berdatangan untuk kemping. Satu-satunya yang menyeramkan yang kami temui di sana adalah sampah-sampah yang berserakan, kotor.

Pantai Pasir Panjang (foto oleh Rina, dok. pribadi)

Panjat tebing (foto oleh Yula, dok. pribadi)

Hampir terbenam (foto oleh Yula, dok. pribadi)

Bulan malam itu (foto oleh Yula, dok. pribadi)
Tak hanya ingin di Segara Anakan, setelah mendirikan tenda aku dan temanku melanjutkan trekking mencari pantai lain. Pantai Pasir Panjang, begitu namanya. Pantainya mengingatkanku pada pantai-pantai di Gunung Kidul, Jogjakarta. Pasirnya putih, airnya terlihat hijau jernih, bertambah indah dengan langit biru serta awan putih di atasnya. Menjelang matahari terbenam, temanku mengajak naik ke tebing karang. Jangan ditiru karena selain tidak memakai pengaman masuk area ini memang dilarang, berbahaya begitu seperti tertulis di sebuah papan kayu.
Selesai menyaksikan matahari terbenam dari atas tebing kami pun kembali turun untuk menyiapkan makanan. Tenda depan yang membawa bekal cukup banyak tampak sedang membakar ikan segar. Aku dan temanku cukup mie instan saja ditambah satu dua potong roti dan teh panas. Malam ketika bulan mulai menampakkan dirinya kami memilih menggelar sleeping bag di depan laguna, mendengarkan musik dari telepon genggam serta celoteh anak-anak yang kemping.
Pagi, matahari terbit tak terlihat dari tempat kami kemping. Tenda-tenda sebelah sudah ramai. Beberapa anak tampak berenang di laguna. Air laut yang pasang masuk ke laguna lewat karang yang berlubang atau Karang Bolong membuat air yang tadinya surut melimpah. Selesai sarapan, kami pun tak sabar untuk berenang. Air yang jernih, terlihat hijau, dingin menyentuh kulit begitu kumasukkan kakiku. Ikan-ikan kecil juga besar terlihat jelas, berenang bebas bersama kami. Karena tak pandai berenang temanku menyarankanku untuk meniti karang saja. Sebagian tubuhku di air kecuali kepala dengan tangan berpegangan pada karang. Sakit karena karang yang tajam tak mengurangi semangatku menuju Karang Bolong. Apalagi ikan-ikan di bawah yang cantik mengiringi. Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Lompat (foto oleh Rina, dok. pribadi)

Ikan (foto oleh Rina, dok. pribadi)

Karang Bolong (foto oleh Rina, dok. pribadi)
Setelah puas bermain air aku dan temanku, juga penghuni tenda-tenda yang lain berkemas. Anak-anak Bandung yang kemarin seangkot dengan kami rupanya akan melanjutkan perjalanan ke Bromo. Karena sudah janjian dengan kernet angkot yang kemarin kami pun kembali satu angkot ketika kembali ke Malang. Mereka bahkan menyewa angkot sampai Terminal Arjosari. Kami pun berpisah di Gadang.
Untuk informasi saja, angkot di Malang (kota) rata-rata 3.000 rupiah. Dari Gadang ke Turen naik bus biaya 5.000 rupiah. Sedang dari Turen ke Sendang Biru 15.000 rupiah. Sewa perahu 100.000 PP, jangan lupa catat nomor telepon perahu yang ada di tiangnya untuk janjian dijemput. Selamat menjelajah!